PARADIGMA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rasional
Paradigma
(Paradigm) berasal dari bahasa Yunani
Para deigma yang berarti suatu model, teladan, arketip,dan ideal;dari
kata para yang berarti di samping, memperlihatkan dirinya.
Beberapa
pengertian lain tentang fokus atau intisari paradigma atau kajian paradigma
mengenai:
1. Cara
memandang sesuatu.
2. Dalam
Sains , sebuah model, pola/teori Ideal.
3. Situasi
atau pemberian contoh yang Ideal.
Konsep paradigma digunakan Thomas Kuhn untuk
melukiskan usaha para ilmuwan dalam “memandang” dunia. Paradigma pada
hakikatnya merupakan gugus berpikir, baik berupa model atau pola yang digunakan
para ilmuwan dalam upayanya mengandalkan studi-studi keilmuan.
Paradigma berdasarkan metafisik ialah sesuatu yang
menjadi pusat perhatian suatu komunitas ilmuwan tertentu; komunitas ilmuwan
yang memusatkan perhatiannya pada
usaha menemukan sesuatu yang ada dan
menjadi pusat perhatian mereka.
Paradigma berdasarkan sosiologi mengacu pada
kebiasaan-kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil
nyata perkembangan ilmu pengetahuan, dan hasil penemuan ilmu pengetahuan yang
diterima secara umum.
Paradigma
berdasarkan fisik/konstruk ialah konsep yang paling sempit dari paradigma.
Misal: kebijakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang memainkan peranan dalam upaya peningkatan mutu
pendidikan.
Revolusi keilmuan
terjadi jika paradigma yang sedang digunakan para ilmuwan dalam tataran normal
science tidak mampu lagi memecahkan berbagai masalah baru atau tidak mampu
menjawab berbagai anomali yang terjadi dalam kondisi krisis paradigma sehingga
muncullah paradigma baru;
|
Anomali adalah ketidakmampuan suatu normal science
dalam menjelaskan dan memecahkan fenomena-fenomena baru yang khusus dan berbeda
dengan sesuatu yang telah dipecahkan sebelumnya oleh paradigma yang ada. Krisis
paradigma merupakan dampak dari anomali karena munculnya berbagai keganjilan
atau aneka penyimpangan dari sesuatu yang telah lazim diterima yang tidak mampu
dijelaskan oleh paradigma yang ada. Kesahihan paradigma lama diragukan,
kemudian tampil paradigma baru dan populer di kalangan ilmuwan;
Krisis
paradigma merupakan dampak dari anomali karena munculnya berbagai keganjilan
atau aneka penyimpangan dari sesuatu yang telah lazim diterima yang tidak mampu
dijelaskan oleh paradigma yang ada;
Kesahihan
paradigma lama diragukan, kemudian tampil paradigma baru dan populer di
kalangan ilmuwan
Menurut
Kuhn revolusi keilmuan memenuhi alur sebagai berikut:
P1
SN Anomali Krisis P2
Keterangan:
P1 =
Paradigma 1
SN =
Normal Science
Anomali = Kelainan
Krisis =
Proses ketidakyakinan/ketidakpercayaan
P2 = Paradigma 2
Paradigma baru dapat lahir karena ihtiar keilmuan ilmuwan
atau munculnya fenomena baru; Interpretasi ilmuwan tentang alam atau realitas
akan berubah ketika paradigma yg
digunakannya berubah; Ketika suatu paradigma baru hasil revolusi itu telah
diterima komunitas ilmuwan yang luas, akan menjadi normal science.
Paradigma seperti
telah diuraikan di atas menyentuh semua aspek termasuk pendidikan. Pengertian dari
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU 20 Tahun 2003).
Pendidikan
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Krisis bidang Pendidikan yang sangat mendasar adalah
kualitas atau mutu pendidikan yang rendah sehingga memunculkan paradigma baru sebagai
contoh untuk ukuran mutu pendidikan dikeluarkannya kebijakan Standar Nasional
Pendidikan (SNP), alur paradigma baru tersebut
dapat digambarkan sebagai berikut:
.
B. Standar Nasional Pendidikan
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik
Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga
negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat
dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama,
dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan
akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan
untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya
masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku
penanggung jawab sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita luhur
tersebut, diawali dengan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan
Pendidikan Nasional.
Saat ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai
hasil sesuai yang diharapkan. Depdiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan nasional memiliki kewajiban untuk
mewujudkan misi pembangunan tersebut. Manusia seperti apa yang ingin dibangun?
Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk
mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan
fisik perserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia
seutuhnya.
Renstra Depdiknas menjadi pedoman bagi semua tingkatan
pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan
pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program
pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi hasilnya.
Renstra Depdiknas disusun
dengan mengacu pada amanat UUD 1945, amandemen ke–4 Pasal 31 tentang
Pendidikan; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor VII/MPR/2001
tentang Visi Indonesia Masa Depan; Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas); UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara; UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional; UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, dan PP Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan.
Standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di
seluruh wilayah standar ini ditetapkan untuk mengatur pelaksanaan ketentuan
Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3),
Pasal 43 ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
|
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjaminan
Mutu
Penjaminan
mutu pendidikan (Quality Assurance)
adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu peneglolaan secra konsisten
dan berkelanjutan, sehingga stakeholders
memperoleh kepuasan. Penjaminan
mutu atau kualitas adalah seluruh rencana tindakan sistematis yang pentimg untuk
menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari
kualitas (Elliot,1993) dalam Saputa H. Sisitem penjaminan mutu. Sedangkan,
menurut (Gryjna , 1988) dalam Saputra H. sistem penjaminan mutu, dalam ( PP No.
19/ 2005 pasal 49) Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk memberikan
bukti untuk membangun kepercayaan bahwa kualitas dapat berfungsi dengan
baik dalam. Penjaminan mutu secara
internal oleh satuan penididikan adalah
pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang dikdasmen menerapkan
menejemen berbasis sekolah: kemendirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan,
dan akuntabilitas
Dalam PP No.
19/2005 pasal 65 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Satuan Pendidikan mengembangkan visi dan misi dan evaluasi kinerja masing-masing. Sedangkan dalam PP no. 19/2005 pasal
91, Satuan Pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan untuk memenuhi
atau melampaui SNP. Secara singkat, implementasi SPMP terdiri dari rangkaian
proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1) pengumpulan data, (2)
analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi, dan (5)
upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu pendidikan.
|
Sekolah perlu membentuk Tim
Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari berbagai unsur stakeholders yaitu,
kepala sekolah, pengawas sekolah, perwakilan guru, komite sekolah, orang tua,
dan perwakilan lain dari kelompok masyarakat yang memang dipandang layak untuk
diikutsertakan karena kepedulian yang tinggi pada sekolah. Dalam melaksanakan
SPMP, Pengawas Pendidikan yang bertugas sebagai pembina sekolah juga harus
dilibatkan dalam TPS, sebagai wakil dari pemerintah.
Tujuan kegiatan
penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun eksternal
organisasi. Menurut Yorke (1997) Saputra H.
Perkembangan Penjaminan Mutu dalam Pendidikan, tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas tersebut antara lain sebagai
berikut.
1. Membantu perbaikan dan peningkatan secara
terus-menerus dan berkesinambungan melalui praktek yang terbaik dan mau
mengadakan inovasi.
2. Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman
uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat clan dapat
dipercaya.
3. Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai
sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang
telah dicapai dengan standar pesaing.
4. Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak
dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari
diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga
dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan
bagian yang menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi
atau perusahaan. Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat
menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan
atau kemunduran.
Berkaitan dengan
penjaminan kualitas, Stebbing dalam Dorothea E. Wahyuni (2003) dalam Sanaky perkembangan
Penjaminan Mutu Pendidikan menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas
sebagai berikut :
1. Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas
atau inspeksi. Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance)
mencakup pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut
hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara menyeluruh.
2. Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan
yang luar biasa. Dengan kata lain, departemen pengendali kualitas tidak harus
bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang
lain.
3. Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab
bagian perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan merupakan
keputusan bidang
perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab
dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam
perancangan.
4. Penjaminan kualitas bukan bidang yang
membutuhkan biaya vang sangat besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang
berkaitan dengan penjaminan kualitas bukan pernborosan.
5. Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm
pengendalian melalui prosedur secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan
dalam efisiensi, produktivitns, dan profitabilitas.
6. Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang
mujarab untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas,
justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap
waktu (do it right the
first time and every time)
B. Kebijakan Standar
Nasional Pendidikan
Standar
nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan. Kriteria
minimal ini dapat dianalogikan sebagai ukuran untuk menentukan mutu standar
pendidikan. Untuk itu perlu usaha penjaminan mutu terhadap standar nasional
pendidikan yang telah ditetapkan. Penjaminan mutu dalam dunia
pendidikan, memang harus ditingkatkan mengingat mutu pendidikan di Indonesia
pada khusuusnya jauh dari apa yang diharapkan. Kita juga mengakui bahwa
sekolah-sekolah baik dari tingkat menengah maupun tingkat atas tentang kondisi
sarana prasarana dan proses pembelajaran masih kurang memuaskan walau sudah ada
aturan Standar Nasional Pendidikan (SNP), sehingga penjaminan mutu pendidikan
merupakan program yang utama bahkan amat sangat penting.
Penjaminan
mutu pendidikan itu sendiri merupakan kegiatan mandiri oleh lembaga pendidikan
tertentu, oleh karena itu harus disusun, dirancang, dan dilakasakan sendiri.
Salah satu upaya dalalm merelisasikan penjaminan mutu tersebut dapat dilakukan
secara bertahap oleh pihak sekolah, yakni dengan melakaukan evaluasi diri,
kemudian ditindaklanjuti dengan monitoring sekolah oleh pihak pemerintah
daerah, sehingga penjaminan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan baik.
Penjaminan Mutu dibutuhkan
oleh pendidikan adalah untuk ; (a) Memeriksa dan mengendalikan mutu; (b)
Meningkatkan mutu; (c) Memberikan jaminan pada stakeholders; (d) Standarisasi,
(e) Persaingan nasional dan internasional; (f) Pengakuan lulusan; (g)
Memastikan seluruh kegiatan institusi berjalan dengan baik dan terus meningkat
secara berkesinambungan; dan (h) Membuktikan kepada seluruh stakeholders bahwa
institusi bertanggung jawab (accountable) untuk mutu seluruh kegiatannya.
Landasan yuridis SPMP UU No: 20 TAHUN 2003
TENTANG SISDIKNAS Pasal 1 ayat 21; Evaluasi pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan …. dst sebagai bentuk
pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Pasal 35 ayat 1; Standar
Nasional pendidikan terdiri standar isi, proses, kompetensi lulusan …. dst.,
dan Pasal 50 ayat 2; Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar ànasional pendidikan untuk menjamin mutu …. dst. Beberapa Model SPM: Model
SPM Didasarkan pada: UU No.20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasionaldan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan dan Pokja Penjaminan Mutu 2003 ; (a) Penetapan Standar
Mutu; (b) Pelaksanaan; (c) Evaluasi; (d) Pencapaian dan peningkatan standar;
dan (e) Benchmarking.
Dalam Peraturan Pemerintah 19
tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB II pasal 2 disebutkan bahwa
Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a) Standar isi; (b) Standar proses; (c) Standar kompetensi lulusan; (d) Standar pendidik dan
tenaga kependidikan; (e) Standar sarana dan prasarana; (f) Standar pengelolaan;
(g) Standar pembiayaan; dan (h) Standar penilaian pendidikan.
Penjabaran dari kedelapan standar tersebut
adalah sebagai berikut.
a.
Standar isi adalah cakupan materi dan
tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis
pendidikan tertentu. Secara keseluruhan standar isi memuat: (1) kerangka dasar
dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyususnan kurikulum pada
tingkat satuan pendidikan; (2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan
pendidikan dasar dan menengah; (3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyususnan
kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi; dan (4) kalender
pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah.
b.
Standar proses adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada
satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PPRI No. 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, Pasal 1 ayat 6). Adapun PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Proses dituangkan dalam Bab IV, yaitu mencakup aspek:(a) Perencanaan proses pembelajaran; (b) Pelaksanaan
proses pembelajaran ; (c) Penilaian hasil pembelajaran ; dan (d)
Pengawasan proses pembelajaran. Proses pembelajaran
pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,
menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif,
serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta
didik. proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap
satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses
pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien
c. Standar kompetensi lulusan
adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah bagian dari stnadar
nasional pendidikan yang merupakan kriteria kompetensi lulusan minimal yang
berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan SKL
kita akan memiliki patok mutu (bench-mark) baik bersifat evaluasi mikro
seperti kualitas proses dan kualitas produk maupun bersifat evaluasi makro seperti
keevektifan dan efisiensi suatu program pendidikan, sehingga ke depan
pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan
pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. SKL yang dijabarkan ke dalam
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran digunakan
sebagai pedoman penilaian. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang
mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan. SKL mencakup Standar Kompetensi
Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP), Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran
(SK-KMP), dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran (SK-MP). SKL-SP adalah
kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan
keterampilan pada setiap satuan pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan
dasar (SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/PaketB) dan satuan pendidikan menengah
(SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK). Sedangkan SK-KMP adalah kualifikasi kemampuan
lulusan pada setiap kelompok mata pelajaran yang mencakup agam dan Akhlak
Mulia, Kewarganegaraan dan Kepribadian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
Estetika, dan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, baik untuk satuan pendidikan
dasar maupun satuan pendidikan menengah. SKL mempunyai tiga fungsi utama, yaitu
(1) kriteria dalam menentukan kelulusan peserta didik pada setiap satuan
pendidikan (2) rujukan untuk menyusun standar pendidikan lainnya, dan (3) arah
peningkatan kualitas pendidikan.
d. Standar pendidik dan tenaga
kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik
maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidikan prajabatan adalah
pendidikan formal untuk mempersiapkan calon pendidik dan tenaga kependidikan
yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan yang terakreditasi, sesuai dengan perundang-undangan. Kelayakan
fisik dan mental pendidik dan tenaga kependidikan adalah kondisi fisk dan
mental pendidik dan tenaga kependidikan yang tidak mengganggu pembelajaran dan
pelayanan pendidikan. Adapun, Pendidikan dalam jabatan adalah pendidikan dan
pelatihan yang diperoleh pendidik dan tenaga kependidikan selama menjalankan
tugas untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi akademiknya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen
dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang harus dimiliki guru
adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional melalui pendidikan profesi.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal
yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dari perguruan tinggi terakreditasi
yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikasi keahlian yang relevan
dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan. Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a)
kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional,
dan (d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilkinya. Kompe- tensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berakh- lak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan
penguasaan materi secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing
peserta didik memenuhi standar kopetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional
Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari
masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidiakan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar.
e. Standar sarana dan prasarana
adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimum
tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan,
laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi,
serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran,
termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar sarana dan
prasarana mencakup: (1) pengadaan satuan pendidikan, (2) kelengkapan prasarana
yang terdiri dari lahan, bangunan gedung, ruang-ruang, dan instalasi daya dan
jasa yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan, dan (3) kelengkapan
sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku
dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta
perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Standar
sarana dan prasarana ini disusun untuk lingkup pendidikan formal, jenis
pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
f. Standar pengelolaan adalah
standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat
satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar pengelolaan oleh
satuan pendidikan meliputi:(1) Perencanaan program sekolah/madrasah; (2)
Pelaksanaan rencana kerja sekolah; (3) Monitoring dan evaluasi; (4)
Kepemimpinan sekolah/madrasah; dan (5) Sistem informasi manajemen. Sedangkan,
standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah meliputi: (1) Perencanaan
program pemerintah daerah; (2) Pengelolaan program wajib belajar; (3)
Pengelolaan program peningkatan angka partisipasi jenjang pendidikan menengah;
(4) Pengelolaan program pendidikan keaksaraan; (5) Pengelolaan program
penjaminan mutu satuan pendidikan; (6) Pengelolaan program peningkatan status
guru sebagai profesi; (7) Pengelolaan program akreditasi pendidikan; (8)
Pengelolaaan program peningkatan peningkatan relevansi pendidikan; dan (9)
Pengelolaan program pemenuhan standar pelayanan minimal bidang pendidikan.
g. Standar
pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi
satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya operasi satuan
pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai
kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan
pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan
berkelanjutan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya
operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya
penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal
kerja tetap. Biaya operasional pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga
kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau
peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidiakan tak langsung
berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang
lembur, transportasi, kinsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagaianya. Biaya
personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik
untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Mengacu pada pasal-pasal dan ayat dalam Standar
Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan dapat
disimpulkan bahwa meskipun biaya pendidikan itu terdiri dari biaya investasi,
biaya operasi, dan biaya personal, namun standar pembiayaan pendidikan
difokuskan pada biaya operasi pendidikan yang merupakan bagian dari dana
pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan
agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasuional
pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Untuk lebih melengkapi, berikut
adalah PP Nomor 19 Bab IX tentang Standar Pembiayaan Pendidikan
g. Penilaian Menurut, ( PP no. 19 tahun 2005 )proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Evaluasi pendidikan adalah
kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Ulangan adalah
proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara
berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan
hasil belajar peserta didik.Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur
pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau
penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Akreditasi adalah kegiatan penilaian
kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah
ditetapkan.
Penilaian Pendidikan dibagi menjadi lima bagian,
yaitu: (1) penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan
pendidikan tinggi; (2) penilaian hasil belajar oleh pendidik; (3) penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan; (4) penilaian hasil belajar oleh
pemerintah; dan (5) kelulusan. Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan
menengah terdiri dari penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil
belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah.
Sedangkan, penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan tinggi terdiri dari
penilaian hasil belajar oleh pendidik dan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
tinggi. Penilaian hasil belajar dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan
perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semster, ulangan
akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan
pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua
mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam
bentuk ujian nasional.Ujian nasional dilaku- kan secara obyektif, berkeadilan,
dan akuntabel. Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan
untuk: (1) Pemetaan mutu pro- gram dan/atau satuan pendidikan; (2) Dasar
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (3) penentuan kelulusan peserta
didik dari program dan/atau satuan pendidikan; (4) pembinaan dan pemberian
bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu
pendidikan. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada
pendidikan dasar dan menengah setelah: (1) menyelesaikan seluruh program
pembelajaran; (2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk
seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok
mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran
estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; (3)
lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; dan (4) lulus ujian nasional.
C. Analisis
Masalah dan Pembahasan Standar Nasional Pendidikan
Setiap kebijakan senantiasa diiringi oleh berbagai
kendala dan dampak yang tidak diharapkan, beberapa dampak, kendala, efek
kekurangan dan kelebihan dari suatu aturan tetap ada di lapangan dan hal ini
berlaku pula terhadap aturan UUSPN No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
nasional dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan yang
ditemukan di lapangan di antaranya sebagai berikut:
- Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum “mencerdaskan
kehidupan bangsa”. Pasal 3 UUSPN No. 20 tahun 2003 berbunyi : “pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa”. Namun proses untuk mencerdaskan bangsa tersebut sesuai yang
diharapkan diantaranya pengadaan buku online di tiap sekolah. Tujuannya
sangat baik agar siswa dapat mengakses ebook online di sekolah dengan
menggunakan perangkat TIK. Dengan
demikian siswa tidak asing dengan teknologi. Namun kenyataannya pengadaan
buku online ini justru membesarkan jaraknya antara siswa yang kaya dan
miskin. Bagi siswa yang tidak mampu, mereka tidak dapat membaca di sekolah
apalagi di rumah. Hal ini jelas ebook online tidak bermanfaat dan akan
berpengaruh terhadap tujuan pendidikan. Padahal dalam pengadaan ebook
online ini mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
- Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan,
pemerintah mengeluarkan kebijakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI). Namun dengan adanya sekolah RSBI ternyata hanya menghalalkan
pungutan berbiaya mahal. Terjadi kesenjangan bagi siswa yang kaya dan
miskin apalagi diterapkannya bahasa inggris sebagai bahasa pengantar
karena yang dianggap maju dan hebat adalah mereka yang menguasai bahasa
inggris dan mengabaikan bahasa Indonesia terlebih daerah. RSBI telah
mengingkari sumpah pemuda yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa
modoearn.
- Sertifikasi guru adalah proses pemberian
sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan,
diantarnya kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dengan ijazah dan
pemenuhan persyaratan relevansi mengacu pada jejang pendidikan yang
dimiliki dan mata pelajaran yang dibina. Maksudnya mengajar sesuai denga ijazah
yang dimiliki. Sertifikasi guru tersebut bertujuan untuk menentukan
kelayakan guru dalalm melaksanakan tugas sebagai pendidik professional.
Kenyataan di lapangan pemberian sertifikasi guru tersebut tidak sesuai
dengan ijazah. Dengan alasan situasi dan kondisi pemberian sertifikat
tidak sesuai dengan ijazah yang dimiliki. Hal ini dikhawatirkan akan
berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah yang akhirnya tujuan
pendidikan tidak teracapai.
- Tujuan pendidikan menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003
pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreataif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun di lapangan banyak bukti
justru membuat siswa tidak mandiri dan bertanggung jawab. Dengan adanya
sontek menyontek yang dilakukan oleh para siswa dalam ujian, lebih parah
lagi tatakala sontek menyontek itu dilakukan secara masal dan diketahui
atau dikomando oleh para guru dan kepala sekolah. Guru dan kepala sekolah
yang seharusnya mengajari para siswanya agara menjadi jujur, disiplin,
ternyata justru melakukan kebijakan yang sangat berlawanan dengan prinsip
dan hakekat pendidikan.
- Penyimpangan yang masih berhubungan dengan pasal
3 UUSPN No. 20 Tahun 2003, ditemukan ada beberapa sekolah membentuk tim
sukses dalam pelaksanaan ujian nasional. Tim ini bertujuan agar seluruh
siswa dapat lulus 100 Hal ini dilakukan agar terlihat bahwa sekolah
tersebut termasuk sekolah yang sukses dan berhasil karena telah meluluskan
seluruh siswanya. Jelas hal tersebut sangat tidak menjadikan siswa menjadi
siswa yang kreatif, mandiri dan bertanggungjawab.
- Secara umum program Bantuan Operasioanl sekolah
(BOS) bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan
pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus
bertujuan diantaranya membebaskan pungutan dalam bentuk apa pun. Kenyataan
di lapangan masih ditemukan sekoah-sekoah yang menjual buku penunjang
berbentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). Demikian pula dalam penggunaan dana
BOS ditemukan adanya laporan yang tidak sesuai dengan penggunaan.
- Adanya manajemen berbasis sekolah yang bertujuan
mewujudkan demokratisasi dalam pendidikan. Hal ini mempunyai dampak
semakin banyaknya biaya pendidikan yang ditanggung orang tua murid dan akses pendidikan bagi
rakyat miskin untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit menjadi
sangat kecil.
Dampak kelemahan di atas masih dapat diperbaiki dengan
kerja sama seluruh pihak terutama kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
kementrian pendidikan dan kebudayaan. Berikut ini alternatif yang dapat
diterapkan untuk mengatasi penyimpangan dalam dunia pendidikan :
1.
Pengadaan Ebook
Online hanya sebagai solusi alternative untuk sebagian kecil masyarakat.
Sebaiknya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menghidupkan perpustakaan
sekolah. Adanya perpustakaan sekolah seluruh siswa dapat memanfaatkan buku
tersebut dan dapat di bawa ke rumah sehingga mereka bebas membaca tanpa
mengeluarkan biaya.
2.
Sekolah yang
bertaraf Internasional (RSBI) sebaiknya dihapus karena hanya menghalalkan
pungutan liar. Kenyataan di lapangan walaupun sekolah tersebut sudah RSBI atau
SBI ternyata lulusannya tidak jauh berbeda dengan kualitas sekolah biasa.
3.
Sertifikasi guru
sebaiknya ditinjau kembali terutama bagi mereka yang mengajar tidak sesuai
dengan ijazah yang dimiliki. Walaupun terpaksa harus mengajar pelajaran yang
tidak sesuai sebaiknya diadakan pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan
sertifikasi profesional atau mata pelajaran yang diberikan.
4.
Untuk menentukan
kelulusan suatu sekolah alangkah baiknya ditentukan oleh sekolah tersebut,
karena yang mengetahui tentang siswanya adalah sekolah tersebut bukan
ditentukan oleh nilai ujian nasional. Hal ini untuk menghindari terjadinya
istilah sontek menyontek masal. Dengan demikian untuk menjadikan siswa yang
kreatif dan bertanggung jawab akan terwujud.
5.
Dalam penyaluran
dana BOS harus secara transparan dan benar-benar diawasi oleh seluruh pihak
yang terlibat
6.
Untuk mengatasi
anak putus sekolah pemerintah harus benar-benar memperhatikan mereka dengan
membebaskan segala biaya dan diharapkan dapat masuk ke sekolah favorit tanpa
biaya.
|
BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola,
penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu.
Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat
untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam
penyelenggaraan system pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen
pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk
mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan
kekhasan programnya.
Penjaminan
mutu merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu implikasinya pada penyelesaian temuan
diatas ialah aplikasi teoritis untuk menjabarkan fenomena sekaligus
peneyelesaian secara konperhensif. Terkait dengan masalah kualitas (mutu)
tersebut maka penyusunan program peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat
teknik : a) school review, b) benchmarking, c) quality
assurance, dan d) quality control.
B. Rekomendasi
Ada tiga
faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu : (1) kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan
pendekatan educational production function atau input-input analisis
yang tidak consisten; (2)
penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara birokratik-sentralistik; (3) peran serta masyarakat khususnya
orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini Usman,
2002) salah satunya kebijakan Standar Nasional pendidikan (SNP)..
|
Dari uraian teori dan temuan tersebut tentu saja kita harus mendapatkat
titik penyelesaian secara teoritis dengan mengadakan pendekatan teori pula
dengan berlandaskan pada filsafat.
Sebagai
stakeholders pendidikan diharapkap menerapkan prinsip-prinsip managemen dalam
mengemban tugasnya. Pentingnya kesadaran, reward, dan
punishment atas kinerja yang dicapai dalam pelaksanaan memenuhi Standar
Nasional Pendidikan (SNP). Selain itu perlu juga ada lembaga independent selain
lembaga resmi yang mengawasi kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan.
Perlu ada hubungan yang baik antara pemerintah dan sekolah,
mereka harus saling mendukung satu sama lain (stake holder). Selain itu sangat diharapakan pihak pemerintah
dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang proaktif sehingga dapat mempermudah terlaksananya
sistem ini.
|
DAFTAR
PUSTAKA
Daryanto. 2011. Adminstrasi
Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
Hasan, Chalijah. 1989. Dimensi-Dimensi
Psikologi Pendidikan. Surabaya : Al Ikhlas.
Marimba, Ahmad. 1989. Pengantar
Filasafat Pendidikan Islam. Bandung : Al Ma’arif.
Purwanto, Ngalim. 2010. Adminstrasi
dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Sagala, Syaiful. 2009. Administrasi
Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta.
Suhardan, Dadang. 2010. Supervisi
Profesional. Bandung : Alfabeta.
Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi
Pendidikan. Bandung : Refika Aditama.
Suhartono, Suparlan. 2009. Filsafat
Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,
|
|
PARADIGMA
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DI INDONESIA
Abstrak: Setiap usaha baik usaha produk
barang maupun jasa, termasuk jasa pendidikan, pada
dasarnya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen atau pelanggan
pendidikan. Untuk mengetahui keadaan
pelayanan pendidikan, perlu dilakukan pengukuran penilaian masyarakat/pelanggan
pendidikan. Pola pikir ini merupakan suatu paradigm baru. Paradigma berdasarkan sosiologi mengacu pada
kebiasaan-kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil
nyata perkembangan ilmu pengetahuan, dan hasil penemuan ilmu pengetahuan yang
diterima secara umum. Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan paradigm
baru. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan secara nasional. Kriteria minimal ini dapat dianalogikan sebagai
ukuran untuk menentukan mutu standar pendidikan. Untuk itu perlu usaha
penjaminan mutu terhadap standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan.
Kata Kunci : Paradigma,
Standar, Pendidikan, Nasional.
|
|
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena atas berkat dan
karunia-Nya penyusun telah dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Paradigma
Standar Nasional Pendidikan di Indonesia.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Manajemen Mutu Pendidikan.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada berbagai
pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penyusun
dalam penyusunan makalah ini, diantaranya adalah :
1.
Bapak
Dr. H. Kusnandi, M.M., M.Pd. selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Mutu Pendidikan
yang telah memberikan curahan ilmu dengan penuh perhatian;
2.
Rekan-rekan
kelas 13 H sebagai teman seperjuangan.
3.
Berbagai
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dalam
penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan, untuk itu
kami mengharapkan saran dan kritik serta pendapat dari semua pihak untuk penyempurnaan
makalah yang akan datang.
Demikian semoga makalah ini bermanfaat sesuai dengan
harapan. Amin...
Pangandaran, Januari
2014
Penyusun
|
|
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
A.
Rasional
......................................................................... 1
B.
Standar
Nasional Pendidikan ........................................ 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................ 5
A. Penjaminan Mutu
.......................................................... 5
B. Kebijakan Standar
Nasional Pendidikan ...................... 7
C. Analisis
Masalah dan Pembahasan Standar Nasional
Pendidikan .................................................................... 15
BAB III KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI ......................... 18
A. Kesimpulan ................................................................... 18
B. Rekomendasi ................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 20
Post a Comment