PARADIGMA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN



 



BAB   I
PENDAHULUAN

A.      Rasional
Paradigma (Paradigm) berasal dari bahasa Yunani  Para deigma yang berarti suatu model, teladan, arketip,dan ideal;dari kata para yang berarti di samping, memperlihatkan dirinya.
Beberapa pengertian lain tentang fokus atau intisari paradigma atau kajian paradigma mengenai:
1.    Cara memandang sesuatu.
2.    Dalam Sains , sebuah model, pola/teori Ideal.
3.    Situasi atau pemberian contoh yang Ideal.
Konsep paradigma digunakan Thomas Kuhn untuk melukiskan usaha para ilmuwan dalam “memandang” dunia. Paradigma pada hakikatnya merupakan gugus berpikir, baik berupa model atau pola yang digunakan para ilmuwan dalam upayanya mengandalkan studi-studi keilmuan.
Paradigma berdasarkan metafisik ialah sesuatu yang menjadi pusat perhatian suatu komunitas ilmuwan tertentu; komunitas ilmuwan yang memusatkan    perhatiannya pada usaha menemukan  sesuatu yang ada dan menjadi pusat perhatian   mereka.
Paradigma berdasarkan sosiologi mengacu pada kebiasaan-kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil nyata perkembangan ilmu pengetahuan, dan hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum.
Paradigma berdasarkan fisik/konstruk ialah konsep yang paling sempit dari paradigma. Misal: kebijakan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang  memainkan peranan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
Revolusi keilmuan terjadi jika paradigma yang sedang digunakan para ilmuwan dalam tataran normal science tidak mampu lagi memecahkan berbagai masalah baru atau tidak mampu menjawab berbagai anomali yang terjadi dalam kondisi krisis paradigma sehingga muncullah paradigma baru;

1
 
Anomali adalah ketidakmampuan suatu normal science dalam menjelaskan dan memecahkan fenomena-fenomena baru yang khusus dan berbeda dengan sesuatu yang telah dipecahkan sebelumnya oleh paradigma yang ada. Krisis paradigma merupakan dampak dari anomali karena munculnya berbagai keganjilan atau aneka penyimpangan dari sesuatu yang telah lazim diterima yang tidak mampu dijelaskan oleh paradigma yang ada. Kesahihan paradigma lama diragukan, kemudian tampil paradigma baru dan populer di kalangan ilmuwan;
Krisis paradigma merupakan dampak dari anomali karena munculnya berbagai keganjilan atau aneka penyimpangan dari sesuatu yang telah lazim diterima yang tidak mampu dijelaskan oleh paradigma yang ada;
Kesahihan paradigma lama diragukan, kemudian tampil paradigma baru dan populer di kalangan ilmuwan
Menurut Kuhn revolusi keilmuan memenuhi alur sebagai berikut:
 

P1                         SN                   Anomali                      Krisis                 P2

Keterangan:
P1                         = Paradigma 1
SN                        = Normal Science
Anomali               = Kelainan
Krisis                    = Proses ketidakyakinan/ketidakpercayaan
P2                         = Paradigma 2
Paradigma baru dapat lahir karena ihtiar keilmuan ilmuwan atau munculnya fenomena baru; Interpretasi ilmuwan tentang alam atau realitas akan berubah  ketika paradigma yg digunakannya berubah; Ketika suatu paradigma baru hasil revolusi itu telah diterima komunitas ilmuwan yang luas, akan menjadi normal science.
Paradigma seperti telah diuraikan di atas menyentuh semua aspek termasuk pendidikan. Pengertian dari pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU 20 Tahun 2003).
Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Krisis bidang Pendidikan yang sangat mendasar adalah kualitas atau mutu pendidikan yang rendah sehingga memunculkan paradigma baru sebagai contoh untuk ukuran mutu pendidikan dikeluarkannya kebijakan Standar Nasional Pendidikan (SNP), alur paradigma baru tersebut  dapat digambarkan sebagai berikut:
.
paradigma


B.       Standar Nasional Pendidikan
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan  akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.
Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung jawab sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita luhur tersebut, diawali dengan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Pendidikan Nasional.
Saat ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Depdiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan nasional memiliki kewajiban untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut. Manusia seperti apa yang ingin dibangun? Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik perserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.
Renstra Depdiknas menjadi pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi hasilnya.
Renstra Depdiknas disusun dengan mengacu pada amanat UUD 1945, amandemen ke–4 Pasal 31 tentang Pendidikan; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan; Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas); UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah standar ini ditetapkan untuk mengatur pelaksanaan ketentuan Pasal 35 ayat (4), Pasal 36 ayat (4), Pasal 37 ayat (3), Pasal 42 ayat (3), Pasal 43 ayat (2), Pasal 59 ayat (3), Pasal 60 ayat (4), dan Pasal 61 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.












 
BAB   II
PEMBAHASAN


A.    Penjaminan Mutu
Penjaminan mutu pendidikan (Quality Assurance) adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu peneglolaan secra konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu atau kualitas adalah seluruh rencana tindakan sistematis yang pentimg untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas (Elliot,1993) dalam Saputa H. Sisitem penjaminan mutu. Sedangkan, menurut (Gryjna , 1988) dalam Saputra H. sistem penjaminan mutu, dalam ( PP No. 19/ 2005 pasal 49) Penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk memberikan bukti untuk membangun kepercayaan bahwa kualitas dapat berfungsi dengan baik  dalam. Penjaminan mutu secara internal oleh satuan penididikan adalah  pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang dikdasmen menerapkan menejemen berbasis sekolah: kemendirian, kemitraan, partisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas
Dalam PP No. 19/2005 pasal 65 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) Satuan Pendidikan mengembangkan visi dan misi dan evaluasi kinerja masing-masing. Sedangkan dalam PP no. 19/2005 pasal 91,  Satuan Pendidikan wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan untuk memenuhi atau melampaui SNP. Secara singkat, implementasi SPMP terdiri dari rangkaian proses/tahapan yang secara siklik dimulai dari (1) pengumpulan data, (2) analisis data, (3) pelaporan/pemetaan, (4) penyusunan rekomendasi, dan (5) upaya pelaksanaan rekomendasi dalam bentuk program peningkatan mutu pendidikan.

5
 
Sekolah perlu membentuk Tim Pengembang Sekolah (TPS) yang terdiri dari berbagai unsur stakeholders yaitu, kepala sekolah, pengawas sekolah, perwakilan guru, komite sekolah, orang tua, dan perwakilan lain dari kelompok masyarakat yang memang dipandang layak untuk diikutsertakan karena kepedulian yang tinggi pada sekolah. Dalam melaksanakan SPMP, Pengawas Pendidikan yang bertugas sebagai pembina sekolah juga harus dilibatkan dalam TPS, sebagai wakil dari pemerintah.
Tujuan kegiatan penjaminan mutu bermanfaat, baik bagi pihak internal maupun eksternal organisasi. Menurut Yorke (1997)  Saputra H. Perkembangan Penjaminan Mutu dalam Pendidikan, tujuan penjaminan (Assurance) terhadap kualitas tersebut antara lain sebagai berikut.
1.      Membantu perbaikan dan peningkatan secara terus-menerus dan ber­kesinambungan melalui praktek yang terbaik dan mau mengadakan inovasi.
2.      Memudahkan mendapatkan bantuan, baik pinjaman uang atau fasilitas atau bantuan lain dari lembaga yang kuat clan dapat dipercaya.
3.      Menyediakan informasi pada masyarakat sesuai sasaran dan waktu secara konsisten, dan bila mungkin, membandingkan standar yang telah dicapai dengan standar pesaing.
4.      Menjamin tidak akan adanya hal-hal yang tidak dikehendaki.
Selain itu, tujuan dari diadakannya penjaminan kualitas (quality assurance) ini adalah agar dapat memuaskan berbagai pihak yang terkait di dalamnya, sehingga dapat berhasil mencapai sasaran masing-masing. Penjaminan kualitas merupakan bagian yang menyatu dalam membentuk kualitas produk dan jasa suatu organisasi atau perusahaan. Mekanisme penjaminan kualitas yang digunakan juga harus dapat menghentikan perubahan bila dinilai perubahan tersebut menuju ke arah penurunan atau kemunduran.
Berkaitan dengan penjaminan kualitas, Stebbing dalam Dorothea E. Wahyuni (2003) dalam Sanaky perkembangan Penjaminan Mutu Pendidikan menguraikan mengenai kegiatan penjaminan kualitas sebagai berikut :
1.    Penjaminan kualitas bukan pengendalian kualitas atau inspeksi. Meskipun program penjaminan kualitas (quality assurance) mencakup pengendalian kualitas dan inspeksi, namun kedua kegiatan tersebut hanya merupakan bagian dari komitmen terhadap mutu secara menyeluruh.
2.    Penjaminan kualitas bukan kegiatan pengecekan yang luar biasa. Dengan kata lain, departemen pengendali kualitas tidak harus bertanggung jawab dalam pengecekan segala sesuatu yang dikerjakan oleh orang lain.
3.    Penjaminan kualitas bukan menjadi tanggung jawab bagian perancangan. Dengan kata lain, departemen penjaminan kualitas bukan merupakan keputusan bidang perancangan atau teknik, tetapi membutuhkan orang yang dapat bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan dalam bidang-bidang yang dibutuhkan dalam perancangan.
4.    Penjaminan kualitas bukan bidang yang membutuhkan biaya vang sangat besar. Pendokumentasian dan sertifikasi yang berkaitan dengan penjaminan kualitas bukan pernborosan.
5.    Kegiatan penjaminan kualitas merupakan kegiatm pengendalian melalui prosedur secara benar, selungga dapat mencapai perbaikan dalam efisiensi, produktivitns, dan profitabilitas.
6.    Penjaminan kualitas bukan merupakan obat yang mujarab untuk menyem­buhkan berbagai penyakit. Dengan penjaminan kualitas, justru akan dapat mengerjakan segala sesuatu dengan baik sejak awal dan setiap waktu (do it right the first time and every time)

B.   Kebijakan Standar Nasional Pendidikan
Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan. Kriteria minimal ini dapat dianalogikan sebagai ukuran untuk menentukan mutu standar pendidikan. Untuk itu perlu usaha penjaminan mutu terhadap standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan. Penjaminan mutu dalam dunia pendidikan, memang harus ditingkatkan mengingat mutu pendidikan di Indonesia pada khusuusnya jauh dari apa yang diharapkan. Kita juga mengakui bahwa sekolah-sekolah baik dari tingkat menengah maupun tingkat atas tentang kondisi sarana prasarana dan proses pembelajaran masih kurang memuaskan walau sudah ada aturan Standar Nasional Pendidikan (SNP), sehingga penjaminan mutu pendidikan merupakan program yang utama bahkan amat sangat penting.
Penjaminan mutu pendidikan itu sendiri merupakan kegiatan mandiri oleh lembaga pendidikan tertentu, oleh karena itu harus disusun, dirancang, dan dilakasakan sendiri. Salah satu upaya dalalm merelisasikan penjaminan mutu tersebut dapat dilakukan secara bertahap oleh pihak sekolah, yakni dengan melakaukan evaluasi diri, kemudian ditindaklanjuti dengan monitoring sekolah oleh pihak pemerintah daerah, sehingga penjaminan mutu pendidikan dapat dilakukan dengan baik.
Penjaminan Mutu dibutuhkan oleh pendidikan adalah untuk ; (a) Memeriksa dan mengendalikan mutu; (b) Meningkatkan mutu; (c) Memberikan jaminan pada stakeholders; (d) Standarisasi, (e) Persaingan nasional dan internasional; (f) Pengakuan lulusan; (g) Memastikan seluruh kegiatan institusi berjalan dengan baik dan terus meningkat secara berkesinambungan; dan (h) Membuktikan kepada seluruh stakeholders bahwa institusi bertanggung jawab (accountable) untuk mutu seluruh kegiatannya.
Landasan yuridis SPMP UU No: 20 TAHUN 2003 TENTANG SISDIKNAS Pasal 1 ayat 21; Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan …. dst sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Pasal 35 ayat 1; Standar Nasional pendidikan terdiri standar isi, proses, kompetensi lulusan …. dst., dan Pasal 50 ayat 2; Pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar ànasional pendidikan untuk menjamin mutu …. dst. Beberapa Model SPM: Model SPM  Didasarkan pada: UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasionaldan PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Pokja Penjaminan Mutu 2003 ; (a) Penetapan Standar Mutu; (b) Pelaksanaan; (c) Evaluasi; (d) Pencapaian dan peningkatan standar; dan (e) Benchmarking.
Dalam Peraturan Pemerintah 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, BAB II pasal 2 disebutkan bahwa Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: (a) Standar isi; (b) Standar proses; (c) Standar kompetensi lulusan; (d) Standar pendidik dan tenaga kependidikan; (e) Standar sarana dan prasarana; (f) Standar pengelolaan; (g) Standar pembiayaan; dan (h) Standar penilaian pendidikan.
Penjabaran dari kedelapan standar tersebut adalah sebagai berikut.
a.    Standar isi adalah cakupan materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Secara keseluruhan standar isi memuat: (1) kerangka dasar dan struktur kurikulum yang merupakan pedoman dalam penyususnan kurikulum pada tingkat satuan pendidikan; (2) beban belajar bagi peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah; (3) kurikulum tingkat satuan pendidikan yang akan dikembangkan oleh satuan pendidikan berdasarkan panduan penyususnan kurikulum sebagai bagian tidak terpisahkan dari standar isi; dan (4) kalender pendidikan untuk penyelenggaraan pendidikan pada satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah.
b.    Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PPRI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 1 ayat 6). Adapun PP RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Proses dituangkan dalam Bab IV, yaitu mencakup aspek:(a) Perencanaan proses pembelajaran; (b) Pelaksanaan proses pembelajaran ; (c) Penilaian hasil pembelajaran ; dan (d) Pengawasan proses pembelajaran. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien
c. Standar kompetensi lulusan adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah bagian dari stnadar nasional pendidikan yang merupakan kriteria kompetensi lulusan minimal yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan SKL kita akan memiliki patok mutu (bench-mark) baik bersifat evaluasi mikro seperti kualitas proses dan kualitas produk maupun bersifat evaluasi makro seperti keevektifan dan efisiensi suatu program pendidikan, sehingga ke depan pendidikan kita akan melahirkan standar mutu yang dapat dipertanggungjawabkan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. SKL yang dijabarkan ke dalam Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran digunakan sebagai pedoman penilaian. SKL adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan. SKL mencakup Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan (SKL-SP), Standar Kompetensi Kelompok Mata Pelajaran (SK-KMP), dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran (SK-MP). SKL-SP adalah kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan pada setiap satuan pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan dasar (SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/PaketB) dan satuan pendidikan menengah (SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK). Sedangkan SK-KMP adalah kualifikasi kemampuan lulusan pada setiap kelompok mata pelajaran yang mencakup agam dan Akhlak Mulia, Kewarganegaraan dan Kepribadian, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Estetika, dan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan, baik untuk satuan pendidikan dasar maupun satuan pendidikan menengah. SKL mempunyai tiga fungsi utama, yaitu (1) kriteria dalam menentukan kelulusan peserta didik pada setiap satuan pendidikan (2) rujukan untuk menyusun standar pendidikan lainnya, dan (3) arah peningkatan kualitas pendidikan.
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. Pendidikan prajabatan adalah pendidikan formal untuk mempersiapkan calon pendidik dan tenaga kependidikan yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang terakreditasi, sesuai dengan perundang-undangan. Kelayakan fisik dan mental pendidik dan tenaga kependidikan adalah kondisi fisk dan mental pendidik dan tenaga kependidikan yang tidak mengganggu pembelajaran dan pelayanan pendidikan. Adapun, Pendidikan dalam jabatan adalah pendidikan dan pelatihan yang diperoleh pendidik dan tenaga kependidikan selama menjalankan tugas untuk meningkatkan kualifikasi akademik dan/atau kompetensi akademiknya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rokhani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi yang harus dimiliki guru adalah kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional melalui pendidikan profesi.
Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rokhani, serta memilki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik dari perguruan tinggi terakreditasi yang dibuktikan dengan ijazah dan/ atau sertifikasi keahlian yang relevan dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh pendidik dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi: (a) kompetensi pedagogik, (b) kompetensi kepribadian, (c) kompetensi profesional, dan (d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan, dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilkinya. Kompe- tensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakh- lak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kopetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidiakan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
e. Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria minimum tentang ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi, serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Standar sarana dan prasarana mencakup: (1) pengadaan satuan pendidikan, (2) kelengkapan prasarana yang terdiri dari lahan, bangunan gedung, ruang-ruang, dan instalasi daya dan jasa yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan, dan (3) kelengkapan sarana yang terdiri dari perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, teknologi informasi dan komunikasi, serta perlengkapan lain yang wajib dimiliki oleh setiap satuan pendidikan. Standar sarana dan prasarana ini disusun untuk lingkup pendidikan formal, jenis pendidikan umum, jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu: Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
f. Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. Standar pengelolaan oleh satuan pendidikan meliputi:(1) Perencanaan program sekolah/madrasah; (2) Pelaksanaan rencana kerja sekolah; (3) Monitoring dan evaluasi; (4) Kepemimpinan sekolah/madrasah; dan (5) Sistem informasi manajemen. Sedangkan, standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah meliputi: (1) Perencanaan program pemerintah daerah; (2) Pengelolaan program wajib belajar; (3) Pengelolaan program peningkatan angka partisipasi jenjang pendidikan menengah; (4) Pengelolaan program pendidikan keaksaraan; (5) Pengelolaan program penjaminan mutu satuan pendidikan; (6) Pengelolaan program peningkatan status guru sebagai profesi; (7) Pengelolaan program akreditasi pendidikan; (8) Pengelolaaan program peningkatan peningkatan relevansi pendidikan; dan (9) Pengelolaan program pemenuhan standar pelayanan minimal bidang pendidikan.
g. Standar pembiayaan adalah standar yang mengatur komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. Biaya operasi satuan pendidikan adalah bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal.
Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya operasional pendidikan meliputi: gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidiakan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, kinsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagaianya. Biaya personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan.
Mengacu pada pasal-pasal dan ayat dalam Standar Nasional Pendidikan yang berkaitan dengan pembiayaan pendidikan dapat disimpulkan bahwa meskipun biaya pendidikan itu terdiri dari biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal, namun standar pembiayaan pendidikan difokuskan pada biaya operasi pendidikan yang merupakan bagian dari dana pendidikan yang diperlukan untuk membiayai kegiatan operasi satuan pendidikan agar dapat berlangsungnya kegiatan pendidikan yang sesuai standar nasuional pendidikan secara teratur dan berkelanjutan. Untuk lebih melengkapi, berikut adalah PP Nomor 19 Bab IX tentang Standar Pembiayaan Pendidikan
g. Penilaian Menurut, ( PP no. 19 tahun 2005 )proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik.Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dan/atau satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
Penilaian Pendidikan dibagi menjadi lima bagian, yaitu: (1) penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan tinggi; (2) penilaian hasil belajar oleh pendidik; (3) penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan; (4) penilaian hasil belajar oleh pemerintah; dan (5) kelulusan. Penilaian pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah terdiri dari penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Sedangkan, penilaian hasil belajar pada jenjang pendidikan tinggi terdiri dari penilaian hasil belajar oleh pendidik dan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Penilaian hasil belajar dilakukan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ulangan tengah semster, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan kelas. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran. Penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.Ujian nasional dilaku- kan secara obyektif, berkeadilan, dan akuntabel. Hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk: (1) Pemetaan mutu pro- gram dan/atau satuan pendidikan; (2) Dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; (3) penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan; (4) pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan. Peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah setelah: (1) menyelesaikan seluruh program pembelajaran; (2) memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian, kelompok mata pelajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan; (3) lulus ujian sekolah/madrasah untuk kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi; dan (4) lulus ujian nasional.




C.    Analisis Masalah dan Pembahasan Standar Nasional Pendidikan
Setiap kebijakan senantiasa diiringi oleh berbagai kendala dan dampak yang tidak diharapkan, beberapa dampak, kendala, efek kekurangan dan kelebihan dari suatu aturan tetap ada di lapangan dan hal ini berlaku pula terhadap aturan UUSPN No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan nasional dan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional pendidikan yang ditemukan di lapangan di antaranya sebagai berikut:
  1. Dalam pembukaan UUD 1945 tercantum “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pasal 3 UUSPN No. 20 tahun 2003 berbunyi : “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”. Namun proses untuk mencerdaskan bangsa tersebut sesuai yang diharapkan diantaranya pengadaan buku online di tiap sekolah. Tujuannya sangat baik agar siswa dapat mengakses ebook online di sekolah dengan menggunakan perangkat TIK.  Dengan demikian siswa tidak asing dengan teknologi. Namun kenyataannya pengadaan buku online ini justru membesarkan jaraknya antara siswa yang kaya dan miskin. Bagi siswa yang tidak mampu, mereka tidak dapat membaca di sekolah apalagi di rumah. Hal ini jelas ebook online tidak bermanfaat dan akan berpengaruh terhadap tujuan pendidikan. Padahal dalam pengadaan ebook online ini mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.
  2. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah mengeluarkan kebijakan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Namun dengan adanya sekolah RSBI ternyata hanya menghalalkan pungutan berbiaya mahal. Terjadi kesenjangan bagi siswa yang kaya dan miskin apalagi diterapkannya bahasa inggris sebagai bahasa pengantar karena yang dianggap maju dan hebat adalah mereka yang menguasai bahasa inggris dan mengabaikan bahasa Indonesia terlebih daerah. RSBI telah mengingkari sumpah pemuda yang menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa modoearn.
  3. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang telah memenuhi persyaratan, diantarnya kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dengan ijazah dan pemenuhan persyaratan relevansi mengacu pada jejang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang dibina. Maksudnya mengajar sesuai denga ijazah yang dimiliki. Sertifikasi guru tersebut bertujuan untuk menentukan kelayakan guru dalalm melaksanakan tugas sebagai pendidik professional. Kenyataan di lapangan pemberian sertifikasi guru tersebut tidak sesuai dengan ijazah. Dengan alasan situasi dan kondisi pemberian sertifikat tidak sesuai dengan ijazah yang dimiliki. Hal ini dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah yang akhirnya tujuan pendidikan tidak teracapai.
  4. Tujuan pendidikan menurut UUSPN No. 20 Tahun 2003 pasal 3 bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreataif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun di lapangan banyak bukti justru membuat siswa tidak mandiri dan bertanggung jawab. Dengan adanya sontek menyontek yang dilakukan oleh para siswa dalam ujian, lebih parah lagi tatakala sontek menyontek itu dilakukan secara masal dan diketahui atau dikomando oleh para guru dan kepala sekolah. Guru dan kepala sekolah yang seharusnya mengajari para siswanya agara menjadi jujur, disiplin, ternyata justru melakukan kebijakan yang sangat berlawanan dengan prinsip dan hakekat pendidikan.
  5. Penyimpangan yang masih berhubungan dengan pasal 3 UUSPN No. 20 Tahun 2003, ditemukan ada beberapa sekolah membentuk tim sukses dalam pelaksanaan ujian nasional. Tim ini bertujuan agar seluruh siswa dapat lulus 100 Hal ini dilakukan agar terlihat bahwa sekolah tersebut termasuk sekolah yang sukses dan berhasil karena telah meluluskan seluruh siswanya. Jelas hal tersebut sangat tidak menjadikan siswa menjadi siswa yang kreatif, mandiri dan bertanggungjawab.
  6. Secara umum program Bantuan Operasioanl sekolah (BOS) bertujuan untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar 9 tahun yang bermutu. Secara khusus bertujuan diantaranya membebaskan pungutan dalam bentuk apa pun. Kenyataan di lapangan masih ditemukan sekoah-sekoah yang menjual buku penunjang berbentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). Demikian pula dalam penggunaan dana BOS ditemukan adanya laporan yang tidak sesuai dengan penggunaan.
  7. Adanya manajemen berbasis sekolah yang bertujuan mewujudkan demokratisasi dalam pendidikan. Hal ini mempunyai dampak semakin banyaknya biaya pendidikan yang ditanggung orang  tua murid dan akses pendidikan bagi rakyat miskin untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit menjadi sangat kecil.
Dampak kelemahan di atas masih dapat diperbaiki dengan kerja sama seluruh pihak terutama kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan kementrian pendidikan dan kebudayaan. Berikut ini alternatif yang dapat diterapkan untuk mengatasi penyimpangan dalam dunia pendidikan :
1.    Pengadaan Ebook Online hanya sebagai solusi alternative untuk sebagian kecil masyarakat. Sebaiknya Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan menghidupkan perpustakaan sekolah. Adanya perpustakaan sekolah seluruh siswa dapat memanfaatkan buku tersebut dan dapat di bawa ke rumah sehingga mereka bebas membaca tanpa mengeluarkan biaya.
2.    Sekolah yang bertaraf Internasional (RSBI) sebaiknya dihapus karena hanya menghalalkan pungutan liar. Kenyataan di lapangan walaupun sekolah tersebut sudah RSBI atau SBI ternyata lulusannya tidak jauh berbeda dengan kualitas sekolah biasa.
3.    Sertifikasi guru sebaiknya ditinjau kembali terutama bagi mereka yang mengajar tidak sesuai dengan ijazah yang dimiliki. Walaupun terpaksa harus mengajar pelajaran yang tidak sesuai sebaiknya diadakan pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan sertifikasi profesional atau mata pelajaran yang diberikan.
4.    Untuk menentukan kelulusan suatu sekolah alangkah baiknya ditentukan oleh sekolah tersebut, karena yang mengetahui tentang siswanya adalah sekolah tersebut bukan ditentukan oleh nilai ujian nasional. Hal ini untuk menghindari terjadinya istilah sontek menyontek masal. Dengan demikian untuk menjadikan siswa yang kreatif dan bertanggung jawab akan terwujud.
5.    Dalam penyaluran dana BOS harus secara transparan dan benar-benar diawasi oleh seluruh pihak yang terlibat
6.    Untuk mengatasi anak putus sekolah pemerintah harus benar-benar memperhatikan mereka dengan membebaskan segala biaya dan diharapkan dapat masuk ke sekolah favorit tanpa biaya.





 
BAB   III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A.      Kesimpulan
Standar nasional pendidikan yang dimaksudkan untuk memacu pengelola, penyelenggara, dan satuan pendidikan agar dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu. Selain itu, standar nasional pendidikan juga dimaksudkan sebagai perangkat untuk mendorong terwujudnya transparansi dan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan system pendidikan nasional.
Standar nasional pendidikan memuat kriteria minimal tentang komponen pendidikan yang memungkinkan setiap jenjang dan jalur pendidikan untuk mengembangkan pendidikan secara optimal sesuai dengan karakteristik dan kekhasan programnya.
Penjaminan mutu merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga stakeholders memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu implikasinya pada penyelesaian temuan diatas ialah aplikasi teoritis untuk menjabarkan fenomena sekaligus peneyelesaian secara konperhensif. Terkait dengan masalah kualitas (mutu) tersebut maka penyusunan program peningkatan mutu dengan mengaplikasikan empat teknik : a) school review, b) benchmarking, c) quality assurance, dan d) quality control.
                                                                             

B.       Rekomendasi
Ada tiga faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan yaitu : (1) kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production function atau input-input analisis yang tidak consisten; (2) penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara birokratik-sentralistik; (3) peran serta masyarakat khususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan sangat minim (Husaini Usman, 2002) salah satunya kebijakan Standar Nasional pendidikan (SNP)..

18
 
Dari uraian teori dan temuan tersebut tentu saja kita harus mendapatkat titik penyelesaian secara teoritis dengan mengadakan pendekatan teori pula dengan berlandaskan pada filsafat.  
Sebagai stakeholders pendidikan diharapkap menerapkan prinsip-prinsip managemen dalam mengemban tugasnya. Pentingnya kesadaran, reward, dan punishment atas kinerja yang dicapai dalam pelaksanaan memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP). Selain itu perlu juga ada lembaga independent selain lembaga resmi yang mengawasi kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan.
 Perlu ada hubungan yang baik antara pemerintah dan sekolah, mereka harus saling mendukung satu sama lain (stake holder). Selain itu sangat diharapakan pihak pemerintah dapat memberikan kebijakan-kebijakan yang proaktif sehingga dapat mempermudah terlaksananya sistem ini.



























 
DAFTAR PUSTAKA


Daryanto. 2011. Adminstrasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Hasan, Chalijah. 1989. Dimensi-Dimensi Psikologi Pendidikan. Surabaya : Al Ikhlas.

Marimba, Ahmad. 1989. Pengantar Filasafat Pendidikan Islam. Bandung : Al Ma’arif.

Purwanto, Ngalim. 2010. Adminstrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sagala, Syaiful. 2009. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung : Alfabeta.

Suhardan, Dadang. 2010. Supervisi Profesional. Bandung : Alfabeta.

Suharsaputra, Uhar. 2010. Administrasi Pendidikan. Bandung : Refika Aditama.

Suhartono, Suparlan. 2009. Filsafat Pendidikan. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah,





















20
 
 



 
PARADIGMA
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DI INDONESIA



Abstrak: Setiap usaha baik usaha produk barang maupun jasa, termasuk jasa pendidikan, pada dasarnya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen atau pelanggan pendidikan. Untuk mengetahui keadaan pelayanan pendidikan, perlu dilakukan pengukuran penilaian masyarakat/pelanggan pendidikan. Pola pikir ini merupakan suatu paradigm baru. Paradigma berdasarkan sosiologi mengacu pada kebiasaan-kebiasaan nyata, keputusan-keputusan hukum yang diterima, hasil-hasil nyata perkembangan ilmu pengetahuan, dan hasil penemuan ilmu pengetahuan yang diterima secara umum. Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan paradigm baru. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan secara nasional. Kriteria minimal ini dapat dianalogikan sebagai ukuran untuk menentukan mutu standar pendidikan. Untuk itu perlu usaha penjaminan mutu terhadap standar nasional pendidikan yang telah ditetapkan.


Kata Kunci : Paradigma, Standar, Pendidikan, Nasional.






















i
 
 



 
KATA PENGANTAR


Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi, karena atas berkat dan karunia-Nya penyusun telah dapat menyelesaikan penyusunan makalah tentang Paradigma Standar Nasional Pendidikan di Indonesia.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Manajemen Mutu Pendidikan.
Ucapan terima kasih penyusun sampaikan kepada berbagai pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penyusun dalam penyusunan makalah ini, diantaranya adalah :
1.      Bapak Dr. H. Kusnandi, M.M., M.Pd. selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Mutu Pendidikan yang telah memberikan curahan ilmu dengan penuh perhatian;
2.      Rekan-rekan kelas 13 H sebagai teman seperjuangan.
3.      Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
            Dalam penyusunan makalah ini, penyusun menyadari masih banyak kekurangan, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik serta pendapat dari semua pihak untuk penyempurnaan makalah yang akan datang.
Demikian semoga makalah ini bermanfaat sesuai dengan harapan. Amin...

                                                Pangandaran,     Januari  2014

    Penyusun






ii
 
 



 
DAFTAR  ISI


Halaman
ABSTRAK .................................................................................................        i
KATA PENGANTAR ...............................................................................        ii
DAFTAR ISI ..............................................................................................        iii

BAB I             PENDAHULUAN .............................................................        1
A.    Rasional .........................................................................        1
B.     Standar Nasional Pendidikan ........................................        3
BAB II            PEMBAHASAN ................................................................        5
A.  Penjaminan Mutu ..........................................................        5
B.   Kebijakan Standar Nasional Pendidikan ......................        7
C.     Analisis Masalah dan Pembahasan Standar Nasional
Pendidikan ....................................................................        15
BAB III          KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .........................        18
A.  Kesimpulan  ...................................................................        18
B.   Rekomendasi ................................................................        18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................        20


Tidak ada komentar